Pages

Jumat, 06 Februari 2015

[REVIEW] Jumat Bersama Pia Devina

- Kapan dan dimana waktu yang paling pas buat Kakak menulis? Kenapa?

Aku paling sering nulis di rumah. Nggak harus nemu tempat khusus sih buat nulis. Yang penting ada meja dan kursi. Oh, juga headset! Aku paling nggak bisa nulis kalo kupingnya nggak divakum sama musik.
Jadi udah sepaket: laptop, naskah, musik. Hehe... Kalo kapannya, biasanya aku nulis malem. Atau nggak subuh sebelum pergi kerja. Kalo hari libur, enak banget itu bisa lebih luang waktu nulisnya. Tapi intinya sih punya target, misal perhari ada berapa lembar atau kata yang pengen ditulis. Aku bikin target nulisku di microsoft excel.

- Di Goodreads banyak yang bilang kalau novel Love Lock itu sangat detail deskripsi tempatnya. Bagaimanakah cara membuat setting tempat sedetail itu? Apakah Kakak pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya? Jika belum, riset seperti apakah yang Kakak lakukan hingga bisa menghasikkan setting seperti itu?

Dulu aku belum pernah ke Jerman. Bahkan nama Cologne pun belum pernah denger kecuali nama pengharum badan. Terus pas lagi di kantor tiba-tiba pengen nulis setting Eropa dan satu sungai besar yg ada di sana.Aku googling, nemu sungai Rhein, yang juga melewati Jerman.

Aku baru inget, ada temen yang lagi tinggal di Hamburg selama beberapa tahun terakhir. Terus setelah bikin plot, aku memutuskan milih Cologne. Finally, aku minta tolong temenku, barangkali ada yg pernah tinggal di Cologne.
Thank God... ada!

Jadi aku riset by data internet (bukan cuma wiki, aku baca-baca artikel orang Indonesia yang pernah ke sana), liat video-video, trus panorama apa gitu, yang bisa memperlihatkan suatu tempat dari berbagai sudut. Pokonya ngubek-ngubek internet dan bukan hanya baca tulisan.

Plus, nanya-nanya narasumber tadi. Sama halnya dgn salah satu novelku di Diva yang Carrying Your Heart, aku belum pernah ke Rotterdam, Belanda. Tapi dengan cara riset yang kurang lebih sama, aku ngegalinya kaya gitu.

- Menurut anda, seberapa penting bakat yang dimiliki untuk menjadi penulis hebat? Apakah cukup hanya dengan kemauan?

In my opinion, bakat gak penting2 amat, yg penting niat pgn nulis, mencoba belajar nulis, dan nulis itu sendiri. Percuma punya bakat tp klo gak pny tekad utk menghasilkan karyaĆ®– oh ya, ada senior penulis yg bilang: pekerjaan pertama penulis itu membaca. Yg kedua, baru menulis.

- Pernahkah Kakak berada di titik jenuh saat menulis? Lalu apa yang Kakak lakukan?

Lebih ke “cape” nulis karena diberondong kerjaan atau aktivitas lain. Karena pada dasarnya aku seneng nulis, jd klopun stress karena tulisan, aku nyoba 'maju' lagi.

- Bagi tips menulis yang produktif bagi penulis pemula!

Bikin target menulis untuk diri sendiri. Kalo bisa, bikin secara tertulis. Itu menantang kamu buat merampungkan tulisanmu. Nggak usah langsung muluk-muluk beres satu novel 1-2 hari, yang penting tiap hari ada yg ditulis, even hanya satu lembar.
Ini aku liatin “papan target”-ku (judul novel dan target tanggal nulisnya aku hapus dulu ya!).
Papan target milik Pia Devina

- Papan targetnya keren, bolehkah aku nyontek?

Dulu itu aku dapet dari salah satu penerbit yang ngadain lomba di 2012. Aku mikir, oh iya, emang butuh target tertulis. Jadi aku buat dan modif sendiri. Silakan klo mau dijadiin contoh/template.

- Kan biasanya penulis itu membuat outline, lalu suatu saat ada ide lain yang bermunculan. Apakah Kakak akan mengubah outline yang ada atau lanjut menulis sesuai outline?

Nggak langsung diubah. Aku suka pertimbangin dulu, apa ide baru lebih nendang atau justru mending yang pertama? Nah klo aku pake ide yang sebelumnya, ide baru nggak lantas aku buang. Aku simpen di paliiiing bawah outline dulu, karena barangkali ntar kepake di bab yang lain.
Kalo ide baru emang dirasa lebih klik, ide lama aku simpen juga, jangan dibuang juga.

- Lalu kalau misalnya outline yang sudah dibuat untuk dua bab, ternyata jumlah halamannya cuma sedikit dan cuma cukup untuk satu bab, Kakak menyiasatinya dengan cara apa?

Nyari ide untuk jadi benang merah antara bab yang sedikit itu dengan bab berikutnya. Atau, tarik aja bab berikutnya. Misal, di outline bab 3, jadi dibikin bab 2. Intinya adalah, outline itu bukan rantai mati, tapi cara biar kita tetep di “track” tulisan kita. Nggak apa-apa kok modif outline selama msih di “jalurnya” tadi.

- Ngomong-ngomong tentang benang merah, apa di setiap bab itu hrs dibuat benang merah? Berarti konfliknya makin banyak dong, Kak?

Menurutku iya... tapi nggak selalu: bab 1 benang merahnya di bab 2. Bisa aja bab 1 jadi benang merah bab 5 dst. Benang merah nggak selamanya nambah konflik, dia justru jadi “clue” buat twist cerita kamu nantinya.

- Kak Pia bagi tips menulis novel dengan alur maju mundur dong. Novel Love Lock alurnya kan maju mundur, tapi ceritanya nggak bikin bingung apalagi ngebosenin yang baca!

Hal penting yang harus disiapkan buat nulis maju mundur adalah: KALENDER. Itu dalam hal alur maju mundur pake tahun ya. Aku punya kalender dari tahun 1980-an sampe >2015
Itu bisa didownload di internet. Dengan kalender, kita bisa lebih “jujur” kepada pembaca tentang kapan hal itu terjadi. Untuk masalah maju mundur, pada dasarnya aku emang suka nulis gitu karena bisa lebih menghadirkan twist.

Balik lagi ke masalah outline. Misal di bab 3 ada satu kejadian yang bikin pembaca nanya: laaah ini kenapa? Kamu nggak harus jawab di bab 3 atau 4 itu. Tapi bisa di bab 1, atau bahkan bab 9. Intinya, biar pembaca menduga-duga. Dan hal penting dalam flashback: perhatikan kondisi dan lingkungan saat itu.

Contoh di Love Lock, ada momen tokoh-tokohnya mengunjungi Cologne Zoo di tahun-tahun sekarang dan tokoh-tokoh lain di > 20 tahun yang lalu. Jelas, kondisi Zoo-nya berbeda, detailnya pasti berbeda juga, kan?

- Kenapa Kakak menulis? Alasannya apa?

Nulis karena suka nulis, juga karena pengen punya tulisan yang nangkring di toko buku. Mimpi itu pertama kebangun di tahun 2004-an, dan baru tercapai di 2013

- Kapan pertama kali menulis? Waktu itu nulis apa?

Awalnya nulis novel itu pas SMA *eyaaa ketauan angkatan berapa* hahahahaha. Pas SMP SMA seneng baca novel gitu, tergerak pengen nulis. Hmm zaman-zamannya Cintapuccino, Dealova, pokonya mereka-mereka awal nongol. Awalnya nulis cerpen doang, Tapi kemudian nyoba nulis novel. Daaan novel pertamaku yang beres ditulis adalah (Un)broken Wings dgn judul awal yang... udah ah, gak tega nyebutnya, hahaha.

Novel kedua, baru beres ditulis awal-awal kuliah.  Novel ketiga, awal-awal kuliah dan nggak beres, hahaha.
Sejak kuliah, aku jadi males nulis. Mungkin karena naskah pertamaku ditolak ya, jadi patah hati. Terus, dulu info-info kepenulisan nggak kayak sekarang. Jadi, aku sempet vakum nulis lamaaaa.... baru niat nulis serius lagi dan belajar nulis dari nol di 2012.

- Kadang-kadang kan kita suka ngerasa buntu, nggak dapat ide, apa yang Kakak lakuin biar fresh lagi?

Kalo buntu? Duduk depan laptop, hadapi naskah kamu. Kalo masih mentok, nyalain lagu, atau tonton film, atau randomly googling apapun. Biasanya suka ada yang bisa dijadiin ide.

Kalo buntu banget, jalan-jalan dulu lah bentar, refreshing! Tengok kanan kiri, pasti ada yang bisa dijadiin ide.

- Menghadirkan perasaan dalam tiap tulisan itu gimana, Kak? Maksudnya, yeah, misal adegan romance, tapi yang nulis itu mengaku mati rasa dengan hal-hal yang berbau romantis . Nah, gimana solusinya bagi penulis malang seperti itu, Kak? #nomention

Ketika nulis, tinggalkan jati diri kamu sebagai penulis.  Ketika bikin cerita, kamu bukan kamu. Kamu adalah tokoh dalam tulisan kamu. Bayangin fisik tokoh-tokoh kamu sambil kamu nulis, bayangin kamu ada di sana, ngerasain apa yang dirasain tokoh. Minimal, kamu jadi “sutradara” langsung dalam film imajiner yang kamu buat.

Jadi, jangan bawa-bawa kondisi personal ke tokoh. Kalo kamu lagi bete beneran di dunia nyata, masa iya betenya dibawa-bawa ke adegan happy di cerita (misalnya).

Contoh yang aku rasain (misal di novel Love Lock). Menjelang ending, ketika Mario “ngejar” Rhinea dan mencoba meng-clear-kan masalah, aku memposisikan jadi Rhinea. Aku marah, tapi aku kangen dan pengen dia ada di sisi aku. Aku kecewa, tapi aku nggak mau nunjukin itu di depan Mario. Dan pada akhirnya, ketika dia meletakkan jari di telapak tangan aku (Rhinea), aku merinding beneran. Believe it or not, aku menitikkan air mata bahagia saat itu, walaupun mungkin nggak semua pembaca merasakan itu. Hehehehe... At least, kamu sebagai penulis, mencoba menghadirkan emosi dalam cerita kamu.

Oh, dan yang paling aku inget, aku nulis adegan itu sambil denger Silver Lining-nya Jessie J. Dulu rasanya paaass banget. Aku sampai senyum-senyum sendiri pada akhirnya. Lagu itu berbekas banget sampai sekarang. Jadi, balik lagi ke penulisnya. Mau nggak ninggalin “jati diri” buat jadi tokoh rekayasa kita?

- Kak, sewaktu awal-awal menulis pernah nggak merasa minder dengan tulisan sendiri? Gimana solusinya supaya bisa ngatasi nggak pede dengan tulisan sendiri?

Pernah BANGET dong! Pas aku minta temen-temenku baca, duh waswas minta ampun! Tapi justru, dengan dikomentarin mereka, bisa jadi masukan buat perbaikan tulisan kita biar lebih baik. Pada akhirnya, jangan jadi minder, tapi jadi “suntikan” buat kamunya.

Jangankan dulu, sekarang aja masih suka minder. Tapi klo mikir lagi, masa iya minder mulu. Toh kita udah nyoba melakukan sebaik yang kita mampu. Natr klo udah di tangan editor naskahnya, mereka akan ngasih masukan dan revisi juga.

Setelah karya kita terbit di pasar, terus masih ada yang nggak suka sama novel kita? Syukuri aja, mereka mengapresiasi karya kita. Dari komen-komen pembaca, jadikan pembelajaran buat nulis lebih bagus ke depannya.

Intinya adalah: PAKSAIN JALAN. Sejelek apapun draft tulisan kamu, kamu harus PAKSAIN JALAN terus! Yang nentuin kita bisa lanjutin naskah kita atau nggak, adalah kita sendiri. Bukan mood atau keadaan. Istirahat boleh, buat narik napas. Tapi jangan kebablasan dan jangan nyari “kambing hitam” sebagai alasan kamu nggak lanjut nulis. Mulai dengan paksain nulis disiplin.. Misal, sehari selembar. Kalo nggak bisa nulis hari ini, besok jadi 2 lembar. Nggak bisa besok? Besoknya jadi 3 lembar, dst. Biar kamu punya tanggung jawab sama naskah kamu sendiri.

Jangan cuma kamu yang menilai. Kasih kesempatan orang lain buat menilai juga. Kalo cuma kita yang baca, yang nilai, sampai lebaran taun 4000an juga kita ngadepin naskah, rasanya ada yg kuraaang muluu....

- Gimana cara Kakak buat ngatur waktu antara kerjaan sama bikin novel yang dalam dua tahun bisa ngelahirin 9 novel?

Bikin target tulisan. Pinter-pinter nyari waktu untuk nulis. Misal, setelah subuh, sepulang kerja, tengah malam (setelah istirahat dulu), weekend, pas libur, dll.
Intinya: tergantung segimana niat kamu buat meluangkan waktu untuk nulis. JANGAN KAMBING HITAMKAN “SIBUK” SEBAGAI ALASAN.

- Pernah nggak sih ngerasa down, males, capek waktu nulis novel? Kenapa? Cara ngatasinnya gimana? :D

Pernahnya “capek” karena fisik lagi nggak memungkinkan. Caranya mengatasi, tadi udah dibahas di atas.
Buat yg masih suka down atau males, segera bayangkan gimana seandainya buku kamu nangkring di toko buku seluruh Indonesia. Semua itu nggak akan terjadi kalo naskah kamu belum rampung.

- Bagaimana Kakak bisa demikian produktif dalam menulis? Bagaimana cara membagi waktu? Do you still have a life, kan, selain menulis?

Balik lagi ke masalah: buatlah target tulisan.  Iya, aku punya aktivitas lain selain menulis. Kerja senin sampai jumat, jam 8 pagi-5 sore. Jadi ibu rumah tangga untuk suami aku. Kadang siaran radio. Jalan-jalan, nengokin keluarga, dll. Tapi prinsipnya, ya nulis jalan terus. Nulis bukan kewajiban, tapi kebutuhan karena aku memang suka nulis. That's why aku selalu nyoba curi2 waktu buat nulis.

- Pernah nggak sampai menggarap dua judul sekaligus? Kalau ya, bagaimana cara 'memecah diri' dalam karakter-karakter (setelah masuk ke karakter utama satu, pindah ke yang lainnya)?

Ngegarap dua naskah sekaligus: pernah banget. Biasanya ngasih jeda nulis. Misal dalam sehari aku target nulis bab 2 naskah A dan bab 5 naskah B. Pagi-pagi aku nulis naskah A. Ntar malem naskah B. Biar nggak kecampur emosinya.

- Kak, mending memilih menulis sebagai satu-satunya profesi atau didampingi juga sama profesi lain selain menulis?

Untuk hal itu, tergantung masing-masing individu. Kalau aku, basic pendidikanku di farmasi, sama sekali nggak ada hubungannya sama nulis. Dan, aku masih punya keinginan untuk bekerja di bidang sesuai pendidikan itu. Nulis aku lanjutin juga, karena itu passion terbesarku.

Yang perlu dipertimbangkan, menulis nggak sekonyong-konyong bikin seseorang “kaya-raya” (kecuali penulis se-best seller Andrea Hirata atau J.K. Rowling. Tapi nggak bisa dipungkiri, seseorang juga bisa hidup dari penghasilan menulis. Intinya, balik lagi ke niat kamu, nulis itu untuk apa.

-  Kak, dengan aktivitas yang segitu banyak, menulis yang begitu teratur, Kakak tidur tiap malam berapa jam? Biar nampar buat penulis pemula yang suka tergoda kantuk.

Nggak tentu juga sih tidur berapa jam. Tapi diusahakan tidur “sehat”, walaupun kadang-kadang teler ngantuk pas ke kantor. Seenggaknya bisa tidur 4-6 jam sehari.

- Saran buat kami sebagai pemula?

Pesan: Semangat buat disiplin pada diri sendiri. Nulis yg rutin. Baca yang banyak.

- Bagaimana caranya membuat narasi atau deskripsi yang enak dibaca?

Banyak baca karya orang lain, rajin-rajin buka KBBI untuk memperkaya diksi. Untuk narasi atau deskripsi yang enak juga harus dengan banyak-banyak latihan.

- Biasanya sering baca novel dari dalam atau luar negeri? Dan penulis favorit Kakak siapa?

Aku baca novel dalam dan luar negeri. Penulis favorit, banyaaak. Contohnya, Ika Natassa, Mira W., Karla M. Nashar, Pramoedya A.T, Windry R., dll. Trus Sophie Kinsella, Gayle Forman, Stephenie Meyer, Linda Howard, dll. Aku kalo baca nggak selalu “terpaku” sama siapa penulisnya. Biasanya aku nyari tau tentang buku yang bagus dibaca apa, atau misalnya rekomendasi Goodreads (dalam atau luar negeri).

- Lagu yang biasa diputar dalam menulis apa aja?

Kadang aku nulis ditemenin musik instrumen. Atau lagu-lagu umum juga suka. Randomly aja yang muncul di music player. Tapi sering juga aku googling lagu yang pas sama cerita. Misal, lagi nulis bab tentang kerinduan, aku nyari tau kira-kira lagu yang klik apa. Contoh kayak di ceritaku sebelumnya, di salah satu adegan Love Lock, aku puter berkali-kali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar