- Kapan dan dimana waktu yang paling pas buat Kakak
menulis? Kenapa?
Aku paling sering nulis di rumah. Nggak harus nemu tempat
khusus sih buat nulis. Yang penting ada meja dan kursi. Oh, juga headset! Aku
paling nggak bisa nulis kalo kupingnya nggak divakum sama musik.
Jadi udah sepaket: laptop, naskah, musik. Hehe... Kalo
kapannya, biasanya aku nulis malem. Atau nggak subuh sebelum pergi kerja. Kalo
hari libur, enak banget itu bisa lebih luang waktu nulisnya. Tapi intinya sih
punya target, misal perhari ada berapa lembar atau kata yang pengen ditulis. Aku
bikin target nulisku di microsoft excel.
- Di Goodreads banyak yang bilang kalau novel Love Lock
itu sangat detail deskripsi tempatnya. Bagaimanakah cara membuat setting
tempat sedetail itu? Apakah Kakak pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya?
Jika belum, riset seperti apakah yang Kakak lakukan hingga bisa menghasikkan
setting seperti itu?
Dulu aku belum pernah ke Jerman. Bahkan nama Cologne pun
belum pernah denger kecuali nama pengharum badan. Terus pas lagi di kantor tiba-tiba
pengen nulis setting Eropa dan satu sungai besar yg ada di sana.Aku googling,
nemu sungai Rhein, yang juga melewati Jerman.
Aku baru inget, ada temen yang lagi tinggal di Hamburg
selama beberapa tahun terakhir. Terus setelah bikin plot, aku memutuskan milih
Cologne. Finally, aku minta tolong temenku, barangkali ada yg pernah
tinggal di Cologne.
Thank God... ada!
Jadi aku riset by data internet (bukan cuma wiki,
aku baca-baca artikel orang Indonesia yang pernah ke sana), liat video-video, trus
panorama apa gitu, yang bisa memperlihatkan suatu tempat dari berbagai sudut. Pokonya
ngubek-ngubek internet dan bukan hanya baca tulisan.
Plus, nanya-nanya narasumber tadi. Sama halnya dgn salah satu novelku di Diva yang Carrying
Your Heart, aku belum pernah ke Rotterdam, Belanda. Tapi dengan cara riset
yang kurang lebih sama, aku ngegalinya kaya gitu.
- Menurut anda, seberapa penting bakat yang dimiliki
untuk menjadi penulis hebat? Apakah cukup hanya dengan kemauan?
In my opinion, bakat gak penting2 amat, yg penting niat
pgn nulis, mencoba belajar nulis, dan nulis itu sendiri. Percuma punya bakat tp
klo gak pny tekad utk menghasilkan karyaĆ®– oh ya, ada senior penulis yg bilang: pekerjaan pertama
penulis itu membaca. Yg kedua, baru menulis.
- Pernahkah Kakak berada di titik jenuh saat menulis? Lalu
apa yang Kakak lakukan?
Lebih ke “cape” nulis karena diberondong kerjaan atau
aktivitas lain. Karena pada dasarnya aku seneng nulis, jd klopun stress karena
tulisan, aku nyoba 'maju' lagi.
- Bagi tips menulis yang produktif bagi penulis pemula!
Bikin target menulis untuk diri sendiri. Kalo bisa, bikin
secara tertulis. Itu menantang kamu buat merampungkan tulisanmu. Nggak usah
langsung muluk-muluk beres satu novel 1-2 hari, yang penting tiap hari ada yg
ditulis, even hanya satu lembar.
Ini aku liatin “papan target”-ku (judul novel dan target
tanggal nulisnya aku hapus dulu ya!).
- Papan targetnya keren, bolehkah aku nyontek?
Dulu itu aku dapet dari salah satu penerbit yang ngadain
lomba di 2012. Aku mikir, oh iya, emang butuh target tertulis. Jadi aku buat
dan modif sendiri. Silakan klo mau dijadiin contoh/template.
- Kan biasanya penulis itu membuat outline, lalu suatu
saat ada ide lain yang bermunculan. Apakah Kakak akan mengubah outline yang ada
atau lanjut menulis sesuai outline?
Nggak langsung diubah. Aku suka pertimbangin dulu, apa
ide baru lebih nendang atau justru mending yang pertama? Nah klo aku pake ide yang
sebelumnya, ide baru nggak lantas aku buang. Aku simpen di paliiiing bawah
outline dulu, karena barangkali ntar kepake di bab yang lain.
Kalo ide baru emang dirasa lebih klik, ide lama aku
simpen juga, jangan dibuang juga.
- Lalu kalau misalnya outline yang sudah dibuat untuk dua
bab, ternyata jumlah halamannya cuma sedikit dan cuma cukup untuk satu bab, Kakak
menyiasatinya dengan cara apa?
Nyari ide untuk jadi benang merah antara bab yang sedikit
itu dengan bab berikutnya. Atau, tarik aja bab berikutnya. Misal, di outline
bab 3, jadi dibikin bab 2. Intinya adalah, outline itu bukan rantai mati, tapi
cara biar kita tetep di “track” tulisan kita. Nggak apa-apa kok modif outline
selama msih di “jalurnya” tadi.
- Ngomong-ngomong tentang benang merah, apa di setiap bab
itu hrs dibuat benang merah? Berarti konfliknya makin banyak dong, Kak?
Menurutku iya... tapi nggak selalu: bab 1 benang merahnya
di bab 2. Bisa aja bab 1 jadi benang merah bab 5 dst. Benang merah nggak
selamanya nambah konflik, dia justru jadi “clue” buat twist cerita kamu
nantinya.
- Kak Pia bagi tips menulis novel dengan alur maju mundur
dong. Novel Love Lock alurnya kan maju mundur, tapi ceritanya nggak
bikin bingung apalagi ngebosenin yang baca!
Hal penting yang harus disiapkan buat nulis maju mundur
adalah: KALENDER. Itu dalam hal alur maju mundur pake tahun ya. Aku punya
kalender dari tahun 1980-an sampe >2015
Itu bisa didownload di internet. Dengan kalender, kita
bisa lebih “jujur” kepada pembaca tentang kapan hal itu terjadi. Untuk masalah
maju mundur, pada dasarnya aku emang suka nulis gitu karena bisa lebih
menghadirkan twist.
Balik lagi ke masalah outline. Misal di bab 3 ada satu
kejadian yang bikin pembaca nanya: laaah ini kenapa? Kamu nggak harus jawab di
bab 3 atau 4 itu. Tapi bisa di bab 1, atau bahkan bab 9. Intinya, biar pembaca
menduga-duga. Dan hal penting dalam flashback: perhatikan kondisi dan
lingkungan saat itu.
Contoh di Love Lock, ada momen tokoh-tokohnya mengunjungi
Cologne Zoo di tahun-tahun sekarang dan tokoh-tokoh lain di > 20 tahun yang
lalu. Jelas, kondisi Zoo-nya berbeda, detailnya pasti berbeda juga, kan?
- Kenapa Kakak menulis? Alasannya apa?
Nulis karena suka nulis, juga karena pengen punya tulisan
yang nangkring di toko buku. Mimpi itu pertama kebangun di tahun 2004-an, dan
baru tercapai di 2013
- Kapan pertama kali menulis? Waktu itu nulis apa?
Awalnya nulis novel itu pas SMA *eyaaa ketauan angkatan
berapa* hahahahaha. Pas SMP SMA seneng baca novel gitu, tergerak pengen nulis.
Hmm zaman-zamannya Cintapuccino, Dealova, pokonya mereka-mereka
awal nongol. Awalnya nulis cerpen doang, Tapi kemudian nyoba nulis novel. Daaan
novel pertamaku yang beres ditulis adalah (Un)broken Wings dgn judul
awal yang... udah ah, gak tega nyebutnya, hahaha.
Novel kedua, baru beres ditulis awal-awal kuliah.
Novel ketiga, awal-awal kuliah dan nggak beres, hahaha.
Sejak kuliah, aku jadi males nulis. Mungkin karena naskah
pertamaku ditolak ya, jadi patah hati. Terus, dulu info-info kepenulisan nggak
kayak sekarang. Jadi, aku sempet vakum nulis lamaaaa.... baru niat nulis serius
lagi dan belajar nulis dari nol di 2012.
- Kadang-kadang kan kita suka ngerasa buntu, nggak dapat
ide, apa yang Kakak lakuin biar fresh lagi?
Kalo buntu? Duduk depan laptop, hadapi naskah kamu. Kalo
masih mentok, nyalain lagu, atau tonton film, atau randomly googling
apapun. Biasanya suka ada yang bisa dijadiin ide.
Kalo buntu banget, jalan-jalan dulu lah bentar, refreshing!
Tengok kanan kiri, pasti ada yang bisa dijadiin ide.
- Menghadirkan perasaan dalam tiap tulisan itu gimana,
Kak? Maksudnya, yeah, misal adegan romance, tapi yang nulis itu mengaku
mati rasa dengan hal-hal yang berbau romantis . Nah, gimana solusinya bagi
penulis malang seperti itu, Kak? #nomention
Ketika nulis, tinggalkan jati diri kamu sebagai
penulis. Ketika bikin cerita, kamu bukan kamu. Kamu adalah tokoh dalam
tulisan kamu. Bayangin fisik tokoh-tokoh kamu sambil kamu nulis, bayangin kamu
ada di sana, ngerasain apa yang dirasain tokoh. Minimal, kamu jadi “sutradara”
langsung dalam film imajiner yang kamu buat.
Jadi, jangan bawa-bawa kondisi personal ke tokoh. Kalo kamu
lagi bete beneran di dunia nyata, masa iya betenya dibawa-bawa ke adegan happy
di cerita (misalnya).
Contoh yang aku rasain (misal di novel Love Lock).
Menjelang ending, ketika Mario “ngejar” Rhinea dan mencoba meng-clear-kan
masalah, aku memposisikan jadi Rhinea. Aku marah, tapi aku kangen dan pengen
dia ada di sisi aku. Aku kecewa, tapi aku nggak mau nunjukin itu di depan
Mario. Dan pada akhirnya, ketika dia meletakkan jari di telapak tangan aku
(Rhinea), aku merinding beneran. Believe it or not, aku menitikkan air
mata bahagia saat itu, walaupun mungkin nggak semua pembaca merasakan itu.
Hehehehe... At least, kamu sebagai penulis, mencoba menghadirkan emosi dalam
cerita kamu.
Oh, dan yang paling aku inget, aku nulis adegan itu
sambil denger Silver Lining-nya Jessie J. Dulu rasanya paaass banget.
Aku sampai senyum-senyum sendiri pada akhirnya. Lagu itu berbekas banget sampai
sekarang. Jadi, balik lagi ke penulisnya. Mau nggak ninggalin “jati diri” buat
jadi tokoh rekayasa kita?
- Kak, sewaktu awal-awal menulis pernah nggak merasa
minder dengan tulisan sendiri? Gimana solusinya supaya bisa ngatasi nggak pede
dengan tulisan sendiri?
Pernah BANGET dong! Pas aku minta temen-temenku baca, duh
waswas minta ampun! Tapi justru, dengan dikomentarin mereka, bisa jadi masukan
buat perbaikan tulisan kita biar lebih baik. Pada akhirnya, jangan jadi minder,
tapi jadi “suntikan” buat kamunya.
Jangankan dulu, sekarang aja masih suka minder. Tapi klo
mikir lagi, masa iya minder mulu. Toh kita udah nyoba melakukan sebaik yang
kita mampu. Natr klo udah di tangan editor naskahnya, mereka akan ngasih
masukan dan revisi juga.
Setelah karya kita terbit di pasar, terus masih ada yang nggak
suka sama novel kita? Syukuri aja, mereka mengapresiasi karya kita. Dari komen-komen
pembaca, jadikan pembelajaran buat nulis lebih bagus ke depannya.
Intinya adalah: PAKSAIN JALAN. Sejelek apapun draft
tulisan kamu, kamu harus PAKSAIN JALAN terus! Yang nentuin kita bisa lanjutin
naskah kita atau nggak, adalah kita sendiri. Bukan mood atau keadaan. Istirahat
boleh, buat narik napas. Tapi jangan kebablasan dan jangan nyari “kambing hitam”
sebagai alasan kamu nggak lanjut nulis. Mulai dengan paksain nulis disiplin..
Misal, sehari selembar. Kalo nggak bisa nulis hari ini, besok jadi 2 lembar. Nggak
bisa besok? Besoknya jadi 3 lembar, dst. Biar kamu punya tanggung jawab sama
naskah kamu sendiri.
Jangan cuma kamu yang menilai. Kasih kesempatan orang
lain buat menilai juga. Kalo cuma kita yang baca, yang nilai, sampai lebaran
taun 4000an juga kita ngadepin naskah, rasanya ada yg kuraaang muluu....
- Gimana cara Kakak buat ngatur waktu antara kerjaan sama
bikin novel yang dalam dua tahun bisa ngelahirin 9 novel?
Bikin target tulisan. Pinter-pinter nyari waktu untuk
nulis. Misal, setelah subuh, sepulang kerja, tengah malam (setelah istirahat
dulu), weekend, pas libur, dll.
Intinya: tergantung segimana niat kamu buat meluangkan
waktu untuk nulis. JANGAN KAMBING HITAMKAN “SIBUK” SEBAGAI ALASAN.
- Pernah nggak sih ngerasa down, males, capek waktu nulis
novel? Kenapa? Cara ngatasinnya gimana? :D
Pernahnya “capek” karena fisik lagi nggak memungkinkan.
Caranya mengatasi, tadi udah dibahas di atas.
Buat yg masih suka down atau males, segera bayangkan gimana
seandainya buku kamu nangkring di toko buku seluruh Indonesia. Semua itu nggak
akan terjadi kalo naskah kamu belum rampung.
- Bagaimana Kakak bisa demikian produktif dalam menulis? Bagaimana
cara membagi waktu? Do you still have a life, kan, selain menulis?
Balik lagi ke masalah: buatlah target tulisan. Iya, aku punya aktivitas lain selain menulis. Kerja
senin sampai jumat, jam 8 pagi-5 sore. Jadi ibu rumah tangga untuk suami aku.
Kadang siaran radio. Jalan-jalan, nengokin keluarga, dll. Tapi prinsipnya, ya
nulis jalan terus. Nulis bukan kewajiban, tapi kebutuhan karena aku memang suka
nulis. That's why aku selalu nyoba curi2 waktu buat nulis.
- Pernah nggak sampai menggarap dua judul sekaligus?
Kalau ya, bagaimana cara 'memecah diri' dalam karakter-karakter (setelah masuk
ke karakter utama satu, pindah ke yang lainnya)?
Ngegarap dua naskah sekaligus: pernah banget. Biasanya
ngasih jeda nulis. Misal dalam sehari aku target nulis bab 2 naskah A dan bab 5
naskah B. Pagi-pagi aku nulis naskah A. Ntar malem naskah B. Biar nggak
kecampur emosinya.
- Kak, mending memilih menulis sebagai satu-satunya
profesi atau didampingi juga sama profesi lain selain menulis?
Untuk hal itu, tergantung masing-masing individu. Kalau
aku, basic pendidikanku di farmasi, sama sekali nggak ada hubungannya
sama nulis. Dan, aku masih punya keinginan untuk bekerja di bidang sesuai
pendidikan itu. Nulis aku lanjutin juga, karena itu passion terbesarku.
Yang perlu dipertimbangkan, menulis nggak sekonyong-konyong
bikin seseorang “kaya-raya” (kecuali penulis se-best seller Andrea
Hirata atau J.K. Rowling. Tapi nggak bisa dipungkiri, seseorang juga bisa hidup
dari penghasilan menulis.
Intinya, balik lagi ke niat kamu, nulis itu untuk apa.
- Kak, dengan
aktivitas yang segitu banyak, menulis yang begitu teratur, Kakak tidur tiap
malam berapa jam? Biar nampar buat penulis pemula yang suka tergoda kantuk.
Nggak tentu juga sih tidur berapa jam. Tapi diusahakan tidur
“sehat”, walaupun kadang-kadang teler ngantuk pas ke kantor. Seenggaknya bisa
tidur 4-6 jam sehari.
- Saran buat kami sebagai pemula?
Pesan: Semangat buat disiplin pada diri sendiri. Nulis yg
rutin. Baca yang banyak.
- Bagaimana caranya membuat narasi atau deskripsi yang
enak dibaca?
Banyak baca karya orang lain, rajin-rajin buka KBBI untuk
memperkaya diksi. Untuk narasi atau deskripsi yang enak juga harus dengan
banyak-banyak latihan.
- Biasanya sering baca novel dari dalam atau luar negeri?
Dan penulis favorit Kakak siapa?
Aku baca novel dalam dan luar negeri. Penulis favorit,
banyaaak. Contohnya, Ika Natassa, Mira W., Karla M. Nashar, Pramoedya A.T,
Windry R., dll. Trus Sophie Kinsella, Gayle Forman, Stephenie Meyer, Linda
Howard, dll. Aku kalo baca nggak selalu “terpaku” sama siapa penulisnya.
Biasanya aku nyari tau tentang buku yang bagus dibaca apa, atau misalnya
rekomendasi Goodreads (dalam atau luar negeri).
- Lagu yang biasa diputar dalam menulis apa aja?
Kadang aku nulis ditemenin musik instrumen. Atau lagu-lagu
umum juga suka. Randomly aja yang muncul di music player. Tapi
sering juga aku googling lagu yang pas sama cerita. Misal, lagi nulis
bab tentang kerinduan, aku nyari tau kira-kira lagu yang klik apa. Contoh kayak
di ceritaku sebelumnya, di salah satu adegan Love Lock, aku puter
berkali-kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar